oleh Yoga HimaPercuy
diantara semak belukar di sela-sela tebing 125 yang jumawa terhampar dari timur ke barat
engkau berteriak dengan suara serak sembari menenteng galon penuh air (axogy)
“thibunnabawi solusi kesehatan umat ala nabi !!”
air mukamu penuh optimis, matamu menderu-deru bagai ombak
kamu tak patah arang mengelilingi tebing sambil menenteng gallon penuh air
dan berteriak dengan suara vocal paling perkasa
kamu bilang, “ini masanya anak muda harus berjaya”
padahal, badanmu biasa saja perutmu agak gendut tapi semangatmu luar biasa bagai besi
entah berapa kali kamu sudah diterpa kegagalan dan menggigil dimakan dingin kekecewaan
kamu terus saja mengitari tebing, entah sudah berapa keliling
memecah hening malam, kala itu di tebing 125 yang perkasa
purnama makin menggila, kamu terus saja memeras keringat dan berteriak kegirangan
padahal, sandalmu sudah rusak tipis digerogoti kerikil-kerikil tajam batu tebing
aku takut lama-lama kakimu melepuh dimakan waktu, sedangkan malam masih panjang
purnama masih betah bertengger di puncak tebing 125
keliling demi keliling tebing kau kitari
hingga tak sadar kakimu perlahan-lahan melepuh jadi serpihan tanah
kini panjang kakimu tinggal setengah
namun kau tak habis akal berjalan dengan sepuluh jari tanganmu
dan gallon penuh air yang tadi kau gendong-gendong dengan tangan
kau jepit erat-erat di selangkangan, antara kedua kakimu yang tinggal setengah
kau berjalan tergopoh-gopoh dengan kedua tanganmu
dan sesekali melirik ke arahku
aku hanya bisa diam membatu melihatmu, disertai rasa iba yang tak terperi
dalam hati aku berdoa, “semoga di tanah tempatku berdiri tak dibanjiri air mata”
padahal aku bergeser dengan sangat perlahan hendak membenarkan letak kaki kiriku yang sudah pegal
tiba-tiba air dalam kedua mataku ikut bergeser ke tanah
air mataku akhirnya tumpah ke tanah
membasahi tanah tempat aku berdiri membatu
baru saja aku berniat hendak membuat monument tentangmu dari air mataku
suaramu sudah hilang ditelan sunyi malam tebing 125
kamu menghilang, rupanya
jasadmu sudah melepuh ditelan malam, semuanya
tapi semangatmu tetap terngiang-ngiang dibenakku
ia seperti hendak hidup sampai fajar menyingsing
padahal, malam masih panjang
aku tak bisa tidur
benakku dikitari semangatmu
(1/8/2011)
Puisi ini buat kawan-kawan di sana yang tengah berjuang dan tidak peduli kelak mendapatkan apa, namun terus saja berjuang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar