oleh Sang Humaira
Kala itu langit masih berselimutkan awan kegelapan dan tampaknya matahari pun sudah enggan menampakkan sinarnya dengan cahayanya yang penuh dengan kegelisahan, penuh dengan ketakutan dan kekhawatiran, langit pagi itu tampak mendung tidak seperti langit pagi hari biasanya, dan di langit-langit rumah tua ini sudah tak dapat ku lihat lagi cahaya ketenangan yang ada hanyalah kesunyian tak pernah lagi kulihat senyum indahnya, tak dapat lagi kudengar nasihat-nasihatnya yang menyejukkan kalbu, tak dapat lagi ku dengar lagi perintah baiknya kepadaku. Butiran-butiran airmata yang jatuh tak kan pernah bisa mengembalikan ragamu disisiku, butira-butiran airmata yang jatuh tak kan pernah membawa kebahagiaan yang dulu pernah ku rasakan bersamamu wahai ibu.
Satu tahun yang lalu, saat ibuku masih ada mungkin kebahagiaan akan tetap ada dan tetap bersinar di rumah tua ini, saat-saat indah selalu menyelimuti kami, tak pernah ada airmata yang seperti saat ini ku rasakan. Hidupku kini bahkan tak menentu,entah harus berbuat apa,? Aku berpkir dan terus berpikir, satu jawaban yang aku dapat. Aku tidak boleh hidup berlarut-larut dalam kesedihan seperti ini.
Aku pun mulai bangkit dan berbenah diri untuk menyiapkan masa depanku saat ini, aku tidak boleh terpuruk terus-menerus seperti ini dan aku siap menatap dan menulis episode-episode kehidupan ku yang lebih bermakna lagi, dan ibu adalah motivator terbesarku, ragamu tetap ada disisiku, dan kasih sayangmu tetap ada di hatiku, doaku tak kan pernah lekang oleh waktu sampai suatu saat nanti kita akan dipertemukan dalam Rahmat-Nya.
Vyra Sabilla, itulah namaku, nama pemberian ibu tersayangku 21 tahun yang lalu. Ibu melahirkan ku tanpa di dampingi ayah, setelah ku mulai beranjak dewasa dan mulai mengerti, ibu menceritakan semuanya kepadaku, ibu bercerita kepadaku bahwa ayah tidak pernah ada di saat keluargaku membutuhkannya, mungkin karena dari awal ibu menikah dengan ayah tidak pernah mendapatkan restu dari keluarga ayah, mungkin karena ayah berasal dari keluarga serba kerkecukupan sedangkan ibu hanya seorang anak kampung yang tidak punya apa-apa. Aku anak tunggal semenjak ibu dan ayah bercerai, ibu tidak pernah mau untuk menikah lagi, setelah ibu tahu bahwa ayah berselingkuh dan menikah lagi tanpa sepengetahuan ibu, semenjak itulah ibu berniat untuk kembali kerumahnya di kampung dan menjalani kehidupannya seperti semula. Ibu sering menasihatiku, kalau lah aku mendapatkan jodohku nanti haruslah yang dapat menerimaku apa adanya, di kala suka maupun duka, di kala wajah kita sudah tidak cantik lagi dan hanya bakti pengorbanan kita lah yang dapat menyenangkan hatinya. Semua nasihat ibu tak akan pernah aku lupakan sampai kapanpun.
Satu minggu lagi hari yang sangat istimewa bagiku, aku akan menjadi seorang sarjana yang diman aku harus berbakti dan mengabdi kepada masyarakat. Meski ibu tidak dapat melihat dan merasakan ini semua aku yakin ibu pasti bangga kepadaku.
Dua tahun sudah aku mengajar di sekolah tempat ibu mengajar dulu dan tak terasa waktu telah memakan separuh usiaku. Teman-teman dan orang-orang yang ada di sekelilingku menyarankan ku untuk segera menikah karena usiaku memang sudah saatnya untuk menikah tapi kalaulah aku harus memilih, aku lebih nyaman hidup seperti ini, tanpa beban dan tanpa penderitaan, tapi kalau lah aku harus menikah, aku harus menikah dengan siapa? Selama ini aku sama sekali tidak pernah dekat dengan teman laki-laki ku. Lalu aku harus menikah dengan siapa? Kembali terlintas pertanyaan itu di otakku. Bu…kalau lah ibu masih ada, mungkin ibu akan memilihkannya yang terbaik untukku, duniaku dan akhiratku. Hhh… aku tidak mau terlalu terbebani dengan hal-hal seperti ini, mungkin untuk sekarang aku masih nyaman dengan kehidupan ku yang seperti ini, kalau lah sudah waktunya aku untuk menikah aku pasti akan mendapatkan nya, mungkin untuk sekarang yang aku lakukan hanyalah menunggu dan berdoa semoga Allah memberikan yang terbaik untukku, yang dapat memahami dan menjagaku,mungkin belumlah saatnya untuk sekarang tapi semoga di kemudian hari harapan dan keinginan itu bisa segera terwujud.
Bersambung…
Diambil dari: http://pkhimipersisuin.wordpress.com/2011/01/23/sebuah-asa-yang-tertunda/#more-103
Tidak ada komentar:
Posting Komentar