oleh: Anisa Isti
Terang yang hendak berpulang dan gelap yang belum waktu
hadir. Serentetan kisah yang membelenggu dan siap bersaksi atas nama cinta, di
atas lukisan langit yang hendak mengemas. Semua angan menerawang liar. Bersama
hening dan ratap sendu. Masa lalu adalah penggalan mimpi yang telah usai. Kini
semua hanya bait-bait penyesalan yang mencabik halus perasaan. Cerita tak
pernah usai, tak pernah habis dan tak pernah ingkar. Tetap memberi kenangan seperti
kilau kemuning senja yang selalu setia menemani waktu sore.
“Heeemmm,
anak ibu ganteng sekali. Mau kemana sih? Pasti mau ketemu Selly ya?” sahut ibu.
Reza tersipu malu saat ibunya menyebut-nyebut nama Selly, gadis cantik yang
disukainya sejak dua tahun lalu. Mereka adalah teman satu sekolah saat di SMA
dulu. Reza memang menyukai Selly, tapi ia tak pernah berani untuk
mengungkapkannya.
“Kalian
ini sudah lama saling kenal. Kenapa kamu belum juga jujur tentang perasaan
kamu? “ Tanya Ibu. “Dengar nak, ibu tidak ingin melihat anak ibu menyesal
nantinya. Jangan sampai!” tegas ibu.
“Ah
Ibu, semuanya itu butuh proses. Tenang saja, nanti kalau udah waktunya pasti
aku akan membicarakannya.” Sambung Reza sambil mengeluarkan telepon genggam di
sakunya. Reza melihat jam di handphonenya.
“udah jam 4. Ibu, aku
pergiiiiiii...” teriak Reza pada ibu.
“Hati-hati, jangan
ngebut-ngebut nak.” Jawab ibu.
Hari itu Reza dan
Selly hendak berjumpa di sebuah danau di sudut kota tepat pukul 17.00. Mereka
selalu bertemu di sore hari. Menikmati senja di pinggir danau sambil
bercengkrama. Setiap senja dilaluinya bersama-sama.
Mengendarai sepeda
motor pemberian ayahnya, Reza pergi menuju taman. Sepanjang jalan ia bernyanyi-nyanyi dan nampak bahagia.
16.45, Ia tiba di
taman dekat danau. Disusurinya setiap simpang taman itu. Seorang wanita cantik
nampak duduk berselanjar manis di dekat pohon besar depan danau itu. Wajahnya
menyorotkan cahaya ketenangan. Senyum simpul di pipinya terlihat manis. Iapun
berdiri dan menyambut kedatangan Reza.
“Ka..ka..kamu udah
lama disini?” tanya Reza gugup. Maklum kecantikan Selly memang selalu menyihir
setiap insan yang melihatnya dan membuat pria terbata-bata saat berbincang
dengannya.
“Nggak. Aku baru aja
datang. Terus aku duduk disini dan kamupun datang.” Jawabnya.
Merekapun saling
bertatap dan tersenyum. Sinar kebahagiaan terpancar dari raut wajah keduannya.
“Kamu mau minum?”
tanya Reza.
Selly tersenyum.
Reza mengerti, ia langsung
pergi ke kios dekat danau dan membeli 2 botol minuman dan beberapa bungkus
makanan.
“ini buat kamu, dan
ini buat aku.” Ucapnya.
“Terima Kasih.” Sahut
Selly.
Keduanya membuka
minuman dan makanan. Lalu mereka makan dan minum bersama.
Semilir angin meneduhkan
suasana danau. Burung-burung terbang bergerombol siap kembali menuju sarangnya. Langit mulai
menguning. Terang mulai menutup. Tenang, tentram dan damai sekali.
“Sell, kenapa sih
kamu selalu ngajak ketemu tiap sore?” tanya Reza. “kenapa gak pagi atau siang?
Jadi kita punya waktu banyak buat ngobrol.” Sambungnya.
“Aku hanya ingin
menikmati senja selama aku bisa.” Jawabnya.
Reza merasa ganjal
dengan kata-kata Selly. Memang setiap kali mereka hendak berjumpa, Selly selalu
meminta bertemu di waktu sore. Rezapun tak pernah menolak demi berjumpa dengan
pujaan hatinya. Meski lelah ia selalu membisakan diri untuk menemui Selly di
danau.
“Besok aku ada tes
musik. Kamu mau denger aku nyanyi gak?” tanya Reza.
“Suaramu kan false.
Hhaaaa ..” Sahut Selly. Dia tertawa nampak menggoda Reza.
“Maksudmu?” tanya
Reza. “oohh kamu ngajak berantem ? Awas yah..” Reza menyubit tangan Selly.
Keduanya berteriak-teriak lembut. Sambil tertawa-tawa riang.
Waktu sudah memasuki
magrib. Suara adzan berkumandang merdu di sudut-sudut tempat. Langit sudah
mulai gelap.
“Alhamdulillah.. ayo
kita ke masjid.” Ajak Selly santun.
Keduannya pergi
menuju masjid di sekitar taman di danau untuk menjalankan sholat magrib.
Langkah suci selalu beriring dengan mereka. Keduanya memang rajin beribadah.
Apalagi Selly. Ia bahkan sejak SMA dulu selalu mengingatkan Reza ketika Reza
sedang mengerjakan sesuatu atau terlalu sibuk belajar. Itulah salah satunya
yang menjadi daya tarik Reza menyukai Selly.
“Udah malem. Aku
antar kamu pulang ya.” Ajak Reza.
“Gak usah, aku pulang
sendiri aja. Kamu pulang aja, istirahat. Lagian rumah kamu kan lumayan jauh,”
jawabnya.
“Nggak..nggak!”
tolaknya. “Rumah aku emang jauh, tapi aku kan bawa motor. Kamu? Seorang
perempuan jalan sendirian malem-malem. Mana bisa aku seperti itu.” Jelasnya.
Sejenak keduanya
diam. Keheningan tercipta di halaman masjid itu.
Selly tersenyum,
“Kamu gak usah khawatir gitu. Aku gak pulang sendiri kok. Nanti ayah jemput
aku.” Ucapnya.
“Are you sure!?”
tanya Reza tegas.
“hemhem..”
(Kekasihku tersenyumlah..bawaku ke duniamu..jadikan aku raja bagimu
dalam istana hatimu..)
Sebuah syair lagu
terdengar berdering dari saku celana Reza.
“Ibu!” ucapnya sambil
menatap Selly. “Sebentar ya.” Reza pergi menjauhi Selly.
Beberapa saat
kemudian.
“Ibu memintaku segera
pulang. Katanya ia mau menengok temannya dan memintaku menjaga rumah,” Ucap Reza. “Tapi aku...”
“Za, pergi aja. Aku
gak apa-apa kok. Bener. Sebentar lagi ayah juga dateng.” Jelasnya sambil
tersenyum lembut pada Reza.
“Yaudah. Kamu
baik-baik yah disini.” Ucapnya. “Kalau ayah gak jadi jemput, telepon aku. Oke?”
sambungnya berbicara.
Selly kembali
tersenyum.
Reza menyalakan mesin
motornya. Sejenak sebelum pergi, ia menatap wajah Selly yang tersenyum cantik.
Rezapun pergi.
“(Aku sangat
menyayangimu Reza. Tapi aku tidak akan pernah bisa memilikimu. Tidak akan
pernah.)”
Selly pergi
meninggalkan masjid. Ia bergegas menuju Rumah Sakit untuk cek up. Sudah satu tahun ini Selly mengidap penyakit Leukimia. Berbagai macam pengobatan
telah ia ikuti. Ayahnya, yang juga seorang dokter di Rumah Sakit telah berupaya
semaksimal mungkin untuk bisa mengobati penyakit yang diderita anaknya
tersebut. Namun apa boleh dikata, beberapa dokter sudah memvonisnya buruk. Katanya umur Selly tidak akan jauh. Hanya
keajaibanlah yang mampu membuatnya masih bertahan sampai sekarang ini.
Selly sangat terpukul dengan kondisinya saat
ini. Namun ia tak penah menampakan kesulitannya di depan orang lain, terutama
di depan Reza. Ia tidak ingin terlihat sakit di depan Reza. Apalagi sampai membuatnya
khawatir dan turut bersedih.
“Kamu dimana sekarang
nak? Ayah jemput ya?” tanya ayah Selly dalam perbincangannya di telepon
genggam.
“Gausah ayah.
Sebentar lagi Selly sampai kesana.” Balasnya.
Ayah dan Ibu Selly
selalu nampak khawatir dengan keadaan Selly. Akhir-akhir ini, ia sering pergi
keluar rumah sendiri tanpa berpamitan pada ayah dan ibunya. Setiap sehabis ia
pulang, ibunya selalu bertanya kepadanya. Kemana ia pergi? Dengan siapa? Dan
untuk apa? Namun Selly hanya membalas
pertanyaan itu dengan senyum panjang. Dan ketika ibunya bertanya akan
kepergiannya yang tak pernah izin, dia hanya berkata, “Ibu harus terbiasa dengan kepergiaanku yang tak pernah berpamit ini.
Karena nantipun aku akan pergi tanpa izin.”
Sedikit banyak
keanehan yang dilakukan Selly, tak pernah dirasakan Reza. Kalaupun sesaat Reza
merasa aneh, Selly selalu memutar balik keadaan dan membuat Reza lupa akan
fikirannya.
***
Di Rumah Sakit.
“Selly..” sambut ibu.
“Dokter udah nunggu sayang.” Sambung ibu bicara.
Selly da Ibunya
memasuki ruang periksa.
“Hai cantik.” seorang
dokter khusus yang biasa memeriksa keadaan Selly menyambut dan menggodanya. Dia
seorang Dokter muda lulusan luar negeri.
“Hari ini kamu
keliatan berseri-seri. Pasti kamu seneng ya mau ketemu saya?” goda dokter
menenangkan Selly.
Sellypun diperiksa.
Ayah dan ibu Selly mendampingi pemeriksaan Selly.
“Oke. Sudah selesai.
Sekarang kamu bisa kembali.” Suruh dokter. Ibu mengajak Selly keluar ruangan.
Suasana ruangan nampak tegang saat dokter berbicara dengan ayah Selly tentang
kondisi anaknya.
“Kita tidak punya
banyak harapan,” ucap dokter. “Keadaannya semakin melemah, dan itu membuat
kondisi tubuhnya semakin buruk.”
“Lalu bagaimana ini
Dok!?” tanya ayah Selly.
“...”
Ayah Selly melemah.
Ia sepertinya kehabisan kata-kata untuk meralat semua omongan dokter.
Selly dan keluarga kembali ke rumah. Suasana
malam itu tercipta hening. Tak ada kata yang terlontar selama perjalanan
pulang. Semuanya terdiam membisukan mulut.
“Istirahat ya nak.”
Ibu kepada Selly.
Sellypun masuk ke
kamar.
“Ini minumnya ayah.”
Kata ibu sambil menyodorkan segelas air kepada ayah Selly.
“Bu. Aku ingin bicara
sesuatu tapi aku mohon ibu tetap tenang.” Ucap ayah yang ragu bercerita pada
ibu. Ayah Selly berpanjang lebar menjelaskan hasil pemeriksaan serta
kemungkinan yang akan terjadi pada Selly. Ibu tercengang kaget. Air mata
terurai dari bola mata keduanya. Secara tidak langsung, ternyata Selly
mendengar pembicaraan ayah dan ibunya. Ia tersentak kaget dan melemah. Selly
lari ke kamarnya dan menangis. Ia sangat tidak percaya dengan apa yang terjadi
pada dirinya. Tapi Selly tak pernah protes tentang hidupnya. Ia selalu tabah
meski jiwanya tertekan. Sebuah buku diary dibukanya. Ia berusaha menuangkan
segala perasaannya dalam buku itu. Tentang apa yang terjadi dan yang ia takuti.
Semuanya tertafsirkan dalam buku diary itu.
Handphone Selly
berbunyi.
“(hah, Reza).” Sahutnya dalam hati
“Hallo.” Dengan suara
sendu Selly mengangkat telepon dari reza.
“Kamu dimana? Kamu
nangis?” tanya Reza menegang.
“Aku di rumah. Gpp
kok. Aku ngantuk Za.” Jawab Selly bohong.
“Oohh, pasti kamu
capek ya? Yaudah kamu istirahat aja ya.” Ucap Reza.
“Iya.” Jawab Selly
singkat.
Keduanya mengakhiri
pembicaraan. Selly menutup telepon dari Reza. Hah! Tidak seperti biasanya.
Selly tak pernah mau mengakhiri telepon dari Reza. Biasanya ia selalu menunggu
Reza memutuskan telepon.
“ada apa yah?” tanya
Reza membingung.
“(Rasanya aku kangen banget sama dia. Kangen senyumnya. Ah, aku
bener-bener sayang sama dia. Bener apa kata ibu, aku nggak boleh berlama-lama.
Ntar keburu ada yang mengambilnya. Oke ! besok aku bakalan jujur dan ungkapin
perasaan sama dia.)”
Reza kembali
mengambil Hpnya. Dia menulis pesan singkat kepada Selly.
Selly, besok aku tunggu kamu di tempat biasa. Menjelang senja datang.
Malam telah berganti.
Adzan shubuh mulai melantun merdu di langit-langit kehidupan. Memecah
keheningan fajar. Garis-garis mimpi telah ditinggalkan. Hari kemarin adalah
takdir. Dan hari ini, adalah tanda tanya.
“Selly, bangun sayang
sholat dulu.” Ibu Selly mengetuk pintu kamar Selly. Tak ada jawaban! Kreeekk.
“Nak, bangun hei
cepet udah adzan.” Ibu mendekati Selly.
“Nak, nak, nak,
Selly..Selly..Selly..” Ibu semakin keras membangunkan Selly. Tak ada jawaban.
Selly nampak tertidur pulas. Ibu terus menggoyang-goyang badan Selly.
“Badannya.. dingin!
Sellyyyyyyyyyyyyyyyyy....” Ibu semakin keras berteriak dan menangis.
Tak lama, suara
terdengar..
“I..bu, aku masih
ada.” Sahut Selly lemas. Ia membuka mata secara perlahan. Wajahnya nampak
memutih pucat. Tubuhnya seperti tak berdaya.
“Selly .. sayang.”
Ibu memeluk selly.
“Ibu, aku takut..aku
takut..aku takut.” Selly melemas.
“Ayo nak, kita ke
Rumah Sakit ya? Kamu pasti baik-baik aja sayang. Anak ibu kuat nak.”
Ibu begitu tegang.
Tubuhnya bergemetar memeluk Selly. Rasa takut, sedih berembuk di hatinya. Ayah
yang baru selesai sholat langsung masuk
menyusul Ibu Selly.
“ibu, Selly?”
ucapnya.
“yah, kita ke Rumah
sakit sekarang juga.” Pinta ibu.
Mereka membawa Selly ke Rumah Sakit.
Pagi hari mereka
sampai.
“Penanganan kritis.”
Ucap Dokter pada beberapa suster.
Selly dibawa ke ruang
Unit Gawat Darurat. Pemeriksaan dan penanganannya semakin serius. Kondisi Selly
sudah semakin melemas.
Dua jam lamanya
Dokter berada di dalam. Memeriksa Selly. Akhirnya dokter keluar.
“Sudah hampir 100%
darah putih menyebar di seluruh organ tubuhnya. Sepertinya virus-virus di
dalamnya sudah menyerang tubuh Selly.” Dokter menjelaskan secara rinci kepada
Ayah dan ibu Selly. Keduanya terlihat tak kuasa mendengar berita tersebut.
Mereka tak sampai hati melihat kondisi anaknya terbujur kaku di atas
pembaringan yang sudah tak punya daya.
“Ayah..Ibu.” desah
Selly.
“Selly..” keduanya
menghampiri Selly.
“Aku mau pulang, aku
gak betah disini bu.” Ucap Selly sambil menangis.
“Kalau aku
terus-terusan disini, aku gak bisa jalan-jalan ke danau, menikmati senja.”
Sambungnya.
“Kamu harus istirahat
nak, biar cepet sembuh ya.” Ucap ibu.
“Aku akan
beristirahat lebih lama dari ini. Tapi aku gak akan bisa lagi menikmati senja
di sore hari.” Selly kembali meminta.
“Aku mohon.” Selly
semakin mendesah.
Ayah dan ibu Selly
tak bisa berkutik. Permintaan anaknya tak mungkin bisa ia tolak. Akhirnya ayah
Selly meminta izin pada dokter untuk membawa Selly pulang, Dokterpun
mengizinkan.
“Baiklah. Nanti sore
kamu boleh pulang. Tapi kamu harus janji. Setelah senja berakhir, kamu harus
kembali kesini ya. Dan satu lagi! Aku akan mengantarmu pulang ke rumah, agar
aku bisa terus memantau keadaanmu.” Terang Dokter.
Sellypun kembali ke
rumah. Sesampainya di kamar, Ia mengambil hanphonenya dan melihat ada banyak
pesan dari Reza.
Message 1 : Selly,
besok aku tunggu kamu di tempat biasa. Menjelang senja datang.
Message 2 : jangan
lupa! Jam 17.00 J
Message 3 : dimana?
Aku udah di danau.
Message 4 : Selly?
Message 5 : aku tahu kamu
bukan pelupaJ
Message 6 :are
you ok!? Please bales dong Sell
Message 7 : aku
bakal tetep tunggu kamu Selly.
“Hah.. ! Reza. Dia
pasti...aku harus buru-buru pergi.” Ucapnya.
“(bruuukk) aww, pu..pusing sekali.” Selly terjatuh.
“Tuhan, aku mohon
beri aku kekuatan untuk yang terakhir kalinya.” Selly berdo’a sambil menangis
pilu.
Iapun bergegas pergi
tanpa sepengetahuan ayah dan ibunya.
Di danau, reza nampak
gelisah menunggu Selly yang tanpa kabar.
“Selly, kamu gak
biasanya kayak gini. Huuhh aku bener-bener gak ngerti apa maksud kamu.” Reza
mengeluh.
Ketika Reza sedang
menunggu, seorang wanita melintas di depannya. Dia adalah tetangga Selly
sekaligus teman main Selly. Reza dan wanita itu pernah bertemu di sebuah mol
saat Reza dan Selly sedang berjalan-jalan. Selly sempat mengenalkannya pada
reza.
Dia memberi tahu Reza
bahwa Selly dan keluargannya meninggalkan rumahnya dari pagi tadi. Dan wanita
itu berkata bahwa Selly dan keluarganya tengah kembali bersama seorang pria.
Reza pun bangun dari kursi. Dia merasa bahwa Selly telah membuatnya kecewa. Dia
menduga pria itu adalah alasan mengapa Selly tidak kunjung datang menemuinya.
Dilihatnya jam ditangannya. Sudah menunjukan jam 17.43.
Perasaan sedih dan
kecewa membaur menjadi satu. Dengan langkah gontay Reza meninggalkan tempat
tersebut. Setangkai mawar merah dan sebuah cincin putih dibiarkannya tergeletak
di atas kursi. Tadinya Reza berniat untuk mengungkapkan perasaannya pada Selly.
Tapi sayangnya Reza terlanjur merasa kecewa.
17.45, Selly tiba di
danau. Ia berusaha menemukan sosok seorang Reza. Ia mendekati tempat biasa
mereka menghabiskan waktu senja. Namun tak sesosokpun ia jumpai disana. Ia
melihat ke arah kursi.
“Mawar merah! Cincin!
Apa maksudnya!?” Selly heran.
“Reza???”
“Selly...” teriak
seorang wanita di belakangnya.
“Kenapa kamu gak
pernah pamit sama ibu tiap pergi? Ibu khawatir sekali dengan kondisi kamu nak.”
Ucap ibu sambil menangis dan mendekap Selly.
“Aku hanya ingin
menikmati senja untuk yang terakhir kalinya, bersama orang yang ku cintai bu.”
Sambung Selly. “Tapi aku terlambat bu. Aku terlambat. Sekarang aku sudah tidak
kuat. Sudah tidak kuat lagi. Aku titipkan diary ini untuk Reza. Teman SMAku
dulu. Suatu saat, atau mungkin esok dia pasti akan datang kesini. Ke tempat ini
lagi. Tolong berikan ini dan katakan bahwa aku sangat menyayanginya.” Suasana
semakin mencekam saat Selly menghembuskan nafas terakhirnya. Di depan ayah dan
ibunya dan di waktu kemilau senja menguning.
“Sellyyyyyyy......”
***
(Semakin hari danau ini terasa sunyi. Yah, sejak kita tak pernah
bertemu lagi di taman ini. Sore ini aku datang lagi untuk menunggumu. Aku merindukanmu Selly)
“Reza? Kau Reza kan?
Teman SMA Selly?” tanya seorang wanita mengagetkan Reza.
“Iya saya Reza,
ibu..?
“Aku ibunya Selly.”
Jawabnya.
“Selly?” sela Reza. “Bagaimana kabarnya bu, dimana dia
sekarang bu?” tanya Reza.
Ibu Selly
menceritakan semua yang terjadi pada Selly. Perlahan air mata mengalir,
membanjiri pipi sang ibu. Begitu halnya dengan Reza, matanya mulai berkunang.
Ia tak pernah memikirkan hal ini. Sejauh ini yang ia tahu Selly adalah wanita
yang kuat yang ia kenal. Tak pernah mengeluh dan selalu nampak sehat.
“Ini diary milik
Selly, ia meminta ku untuk memberikannya pada kamu. Ia minta kamu menyimpan,
membaca dan menjaga diary ini.” Ucap ibu.
Reza mengambil diary
dari genggaman ibu Selly.
“Ibu tidak bisa
berlama-lama disini. Ibu gak kuat nak.”
Ibu pamit pulang dan
meninggalkan Reza.
Reza tak kuasa
membaca lembar demi lembar isi diary Selly. Ia menguatkan diri untuk membaca
isi diary tersebut. Hingga air matanya tak mampu dibendung lagi saat berhenti
di lembar terakhir diary Selly.
Untuk Reza
Hari ini aku tak yakin bisa menghabiskan waktu terakhirku untuk
menikmati senja bersamamu REZA ARVIANSYAH. Setelah sekian banyak waktu senja
kita habiskan bersama, aku lupa bahwa hidupku sudah diakhir. Aku ingin
menghabiskan senja terakhir bersamamu tapi semua terlambat sudah terlambat.
Reza, setelah kau baca buku diary ini dan kau tahu bukan bagaimana perasaanku
kepadamu selama ini? Begitupun kamu bukan? Iya kan? Hhaaaa kau ini romantis
sekali. Apa maksud mawar merah dan cincin itu? Kau mau belajar jadi musafir cinta?
Hhaaa itu konyol sekali. Reza, maafkan aku..maafkan aku tak sempat menemuimu
diakhir hidupku. Aku meninggalkanmu sebelum kau tahu perasaanku. Begitupun aku.
Hhhaa sudahlah, kau tidak usah bersedih seperti itu. Jangan pernah merasa kau
akan kehilanganku untuk selamanya. Meskipun raga aku ditimbun tanah dan jiwaku
disana..tapi cintaku tetap disini, di dalam hatimu.
Oiya, cincin ini. Aku minta kau simpan dan berikan pada wanita yang
kelak kau pilih nanti. ingat! Kau harus mencari wanita yang cantik seperti aku
ini ya. Haaahaa. Tidak! Aku bercanda.
Reza, kirimi aku mawar merah setiap kau datang ke danau ini. Simpan di
atas kursi ini. Agar aku tetap hidup disini dan menemanimu selamanya.
Salam Cinta
Selly Nazmi Arveina
Itulah tulisan
terakhir yang dibuat Selly, dalam waktunya yang terakhir. Di danau ini beberapa
menit sebelum ia pergi.
“Aku yang salah.
Andai aku bisa sedikit bersabar, kita pasti bisa menikmati senja bersama.
Maafkan aku Selly, maafkan aku.” Ucap Reza.
Ciparay,
07-11-2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar