Waktu |
3 Desember · 11:00 - 13:00
|
---|---|
Tempat |
Bale Rumawat Unpad
Jl. Dipati Ukur No. 35
|
Dibuat oleh | |
Untuk | Institut Nalar Jatinangor |
Info Selengkapnya |
Sejarah Putu Wijaya di Bale Rumawat “Saya orang Indonesia. Bagaimana saya akan menjadi Indonesia kalau saya tidak belajar sejarah Indonesia?” kata Karna, salah seorang tokoh dalam Sejarah, monolog yang ditulis Putu Wijaya, dimainkan dan disutradarai juga oleh sang pendiri Teater Mandiri itu. |
Bewara
Hadirilah....
DISKUSI KEBANGSAAN JILID II "Momentum Hari Pahlawan, Upaya Membangun Bandung Berdikari"
Pembicara :
1. Drs. H. Asep Dedy Ruyadi, M.Si (Wakil Ketua DPRD KOTA BANDUNG)
2. H. Dedi Supandi, S.STP, M.Si (Ketua DPD KNPI KOTA BANDUNG)
3. Ust. Iman Setiawan Latief, SH (Ketua PD PERSIS KOTA BANDUNG)4. Ridwan Rustandi (Ketua Hima Persis Kota Bandung
Jum'at, 16 November 2012
13.00-selesai
@AULA PP PERSIS (Jl. Perintis Kemerdekaan)
Graties dan terbuka untuk umum!!
KOpi gratis, Snack Gratis, dll
Organized BY
PD HIMA PERSIS KOTA BANDUNG
CP:085721502422
13.00-selesai
@AULA PP PERSIS (Jl. Perintis Kemerdekaan)
Graties dan terbuka untuk umum!!
KOpi gratis, Snack Gratis, dll
Organized BY
PD HIMA PERSIS KOTA BANDUNG
CP:085721502422
Sabtu, 26 November 2011
Pentas Monolog "Sejarah", Putu Wijaya
Rabu, 23 November 2011
Kilau Kemuning Senja
oleh: Anisa Isti
Terang yang hendak berpulang dan gelap yang belum waktu
hadir. Serentetan kisah yang membelenggu dan siap bersaksi atas nama cinta, di
atas lukisan langit yang hendak mengemas. Semua angan menerawang liar. Bersama
hening dan ratap sendu. Masa lalu adalah penggalan mimpi yang telah usai. Kini
semua hanya bait-bait penyesalan yang mencabik halus perasaan. Cerita tak
pernah usai, tak pernah habis dan tak pernah ingkar. Tetap memberi kenangan seperti
kilau kemuning senja yang selalu setia menemani waktu sore.
Kamis, 10 November 2011
Paman Beta dan Uang Koin rp.500
oleh : Anisa Isti
Malam
selalu memberi nuansa ketenangan. Segala hirup pikuk
yang menginap dalam fikiran, sejenak tersembunyikan. Bersandar di atas
kursi
sambil menyantap makanan, itu lebih menyenangkan. Apalagi di pinggiran
kota
besar yang mendadak sepi damai dari ribuan jiwa yang biasanya memadati
setiap
sudut keramaian. Disanalah aku memanjakan waktu senggangku.
“
Benar-benar mahal sekali makanan
ini. Tidak seperti yang biasanya ku beli. Harganya sungguh 3x lebih
mahal dari pecel
lele yang biasa ku beli di pinggir jalan kosanku” ujarku sambil menatap 1
potong fried chicken dan sebungkus nasi di atas piring kaca yang
terbaring di
meja. “iya tentu saja, ayamnya lebih besar dari yang biasa kita dapat
sebelumnya. Namanya juga restoran. Mau tidak mau kita harus terima
meskipun
dengan harga mahal. Itu resiko”. Jawab Putri, temanku, sambil melahap
nasi dan
sepotong fried chicken yang dibelinya.
Langganan:
Postingan (Atom)