Halaman

Like This, Oke !!

Bewara

Hadirilah....
DISKUSI KEBANGSAAN JILID II "Momentum Hari Pahlawan, Upaya Membangun Bandung Berdikari"
Pembicara :
1. Drs. H. Asep Dedy Ruyadi, M.Si (Wakil Ketua DPRD KOTA BANDUNG)
2. H. Dedi Supandi, S.STP, M.Si (Ketua DPD KNPI KOTA BANDUNG)
3. Ust. Iman Setiawan Latief, SH (Ketua PD PERSIS KOTA BANDUNG)
4. Ridwan Rustandi (Ketua Hima Persis Kota Bandung
Jum'at, 16 November 2012
13.00-selesai
@AULA PP PERSIS (Jl. Perintis Kemerdekaan)

Graties dan terbuka untuk umum!!

KOpi gratis, Snack Gratis, dll

Organized BY
PD HIMA PERSIS KOTA BANDUNG
CP:085721502422

Jumat, 18 Mei 2012

Pradnya, Panggil Saja Pradnya

oleh Azmil R. Noel Hakim pada 14 April 2012 pukul 12:07 ·



Di titik itu, anggap saja; menetas, terbuka dan kemudian rekah

Panggil saja aku Pradnya, seorang perempuan malang. Tertanam sebuah cita-cita agung di dalam namaku. Bukan keinginanku, hanya sebuah ketakutan dari orang-tuaku yang berharap anaknya tumbuh dan hidup mewah, asri, damai dan dilimpahi oleh harta benda yang cukup, sebagaimana seperti Pradnya yang sesungguhnya.



Dulu ketika kanak-kanak. Ibu pernah bercerita, ketika kaki dan gigiku telah bersih dan bersamaan dengan selimut yang hangat yang ia sematkan menutupi hampir seluruh badanku, katanya Pradnya adalah seorang Ratu yang cantik jelita disebuah kerajaan di Jawa pada abad ke-13. Waktu itu aku tak tahu apa abad ke-13 itu. Ibu melanjutkan ceritanya sambil sesekali menarik nafas panjang dengan mimik wajah yang bersemangat, seolah dia melihat langsung bagaimana cantik dan jelitanya Pradnya itu. Namun itu berlangsung sebentar, sebelum semuanya gelap dan masuk ke gemerlap dunia yang bernama mimpi.

Entah kenapa jika mengingat itu, aku merasa sangat membenci ibuku tidak terkecuali ayahku, juga. Pradnya Paramita, seorang Ratu yang cantik dan elok jelita, yang mereka harapkan kembali renkarnasi ke dalam tubuhku. Singkatnya, aku menjadi tidak punya jati diri, identitas dan kepercayaan diri. Yang itu masih tetap betah tinggal hingga sekarang.

Kemudian aku menuliskan ini pun, bukan bermaksud untuk meminta belas kasih kalian atau semacam saran dan simpati, itupun jika kalian sudi singgah di rumah khayalku ini. Hanya saja, aku ingat betul apa yang dikatakan orang-orang hebat dalam setiap buku mereka, mereka bilang bahwa "Menulis itu adalah sebuah proses dari kegelisahan diri untuk berdamai dengan diri sendiri", entah kenapa, kalimat itu diolah tidak oleh kesadaran tapi mungkin oleh alam bawah sadar. Yang membuat pena yang ada di jari-jemari ini tak kunjung enggan berhenti, barang satu detikpun.

Aku tidak berani bilang bahwa tulisan ini, tulisan yang kubuat ini adalah semacam kekesalan yang ingin aku sampaikan kepada orang-tuaku dan kepada orangtua-orangtua lainnya, yang terus melarang dan mengekang anaknya, alih-alih demi kebaikan anaknya. Tetapi jika boleh berpendapat, kepada orang-tua yang lancang dan seenaknnya, mereka hanya menjadikan anak mereka sebagai mesin untuk mencapai mimpi dan cita-cita mereka yang tak tercapai oleh mereka sendiri. Seperti apa yang aku alami. Dulu.

Sekarang, aku bahagia dengan hanya berteman beberapa lembar kertas, pena dan sepasang baju lusuh yang aku bawa kemana-mana. Rumahku banyak, entah itu di kolong jembatan, pinggir jalan atau tempat sampah sekalipun. Asalkan kebebasan bisa aku cicipi dan apa itu cita-cita benar-benar bisa aku pikirkan, sendiri.

Akhirnya, jari-jemari pun harus terpaksa berhenti, karna kertas yang aku gunakan ini, ketas yang aku temukan di tempat sampah di depan sebuah sekolah dasar, telah penuh oleh coretan-coretan bersamaan dengan kekesalan-kekesalannya juga.

Salam lirih dan salam setetes tinta.
April 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar