Halaman

Like This, Oke !!

Bewara

Hadirilah....
DISKUSI KEBANGSAAN JILID II "Momentum Hari Pahlawan, Upaya Membangun Bandung Berdikari"
Pembicara :
1. Drs. H. Asep Dedy Ruyadi, M.Si (Wakil Ketua DPRD KOTA BANDUNG)
2. H. Dedi Supandi, S.STP, M.Si (Ketua DPD KNPI KOTA BANDUNG)
3. Ust. Iman Setiawan Latief, SH (Ketua PD PERSIS KOTA BANDUNG)
4. Ridwan Rustandi (Ketua Hima Persis Kota Bandung
Jum'at, 16 November 2012
13.00-selesai
@AULA PP PERSIS (Jl. Perintis Kemerdekaan)

Graties dan terbuka untuk umum!!

KOpi gratis, Snack Gratis, dll

Organized BY
PD HIMA PERSIS KOTA BANDUNG
CP:085721502422

Rabu, 31 Oktober 2012

Dunia Anak dan Bermain

Ini mungkin sebuah cerita, yang setiap manusia mana pun pernah mengalaminya; merasakannya. Kecuali, manusia tersebut adalah manusia yang tak berhasil keluar dari kehidupan rahim dan tak sempat mencicipi aroma fana. Atau, manusia tersebut terlalu bersih untuk sekedar melihat-lihat atau bermain dalam dunia warna-warni, dunia air hujan, dunia tanah lumpur dan dunia rumput taman. Dunia yang kemudian banyak orang dewasa sebut; Dunia Anak.

Dunia yang ringan, dimana dunia hanya diisi oleh senang, riang-gembira. Dimana semua adalah mainan; kertas, pensil, penghapus, sepatu, tanah, debu, Ibu guru, Bapak guru, sekolah dan banyak hal lainnya. Sekolah adalah tempat bermain. Belajar adalah sebuah permainan. Guru adalah teman bermain. Sedangkan aku dan teman-teman adalah lawan bermain dari Bapak dan Ibu guru ditempat bermain. Dunia kelanjutan dunia anak, yang kemudian banyak disebut; Dunia Bermain.

Tapi, kegembiraan dan kesenangan itu hanya dapat dilakukan dalam dua Dunia tersebut saja. Selebihnya adalah sandiwara; saling bohong-membohongi, saling tutup-menutupi dan saling bunuh-membunuh. Saling berpura-pura.

Bukan hanya terdiri dari dua Dunia itu saja, tapi ada beberapa dunia yang berkelanjutan meneruskan kedua Dunia tersebut. Tapi, terlalu berdarah jika juga ikut diceritakan dalam cerita ini. Terlalu bau amis, terlalu bau busuk dan terlalu merah, bahkan sampai pekat kehitaman; Gelap.

Oleh karna itu, izin aku hanya menceritakkan cerita yang manusia mana pun pernah mengalaminya - kecuali beberapa hal di atas tadi. Cerita dari dua Dunia yang ringan, senang riang-gembira. Cerita dimana semuanya adalah tempat bermain. Anak-anak dan Bermain.

~~
Tak tahu tepatnya kapan, yang jelas, jika tak salah, waktu itu aku masih bocah beringus dan bertinggi badan sepinggang orang dewasa. Kurang lebih sekitar 4 atau 5 tahun. Waktu itu aku belum bersekolah -  sekolah resmi maksudnya. Tapi jika bersekolah adalah bermain, sudah barang pasti aku bisa dibilang telah bersekolah waktu itu. Biasanya teman-teman seumuranku waktu itu, dimasukan ke sebuah Taman Bermain, yang kemudian baru belakangan ini aku tahu bahwa maksud tujuan dari Taman Bermain itu adalah persiapan untuk memasuki Persekolahan nantinya. Untung saja aku tak pernah mencicipi bagaimana rasanya Taman Bermain itu, karna Ibu dan Ayahku tak mengijinkan. Tak jelas apa maksudnya, ketika aku bertanya, dua-duanya menjawab dengan jawaban yang sama; "Aduh apa ya? lupa. Udah terlalu lama sih"

Untung saja aku tak dimasuki ke Taman Bermain oleh Ibu dan Ayahku waktu itu, karna ternyata itu bukan tempat bermain, tapi tempat belajar, disiksa dari kecil, dipaksa menerima ini dan itu. Padahalkan, umur 4 atau 5 tahun waktunya anak-anak untuk bermain, bukan belajar. Eh, maksudnya, belajar mereka ya bermain. Bukan dengan buku, pencil dan lainnya. Maksudnya, buku dan pensil mereka adalah hujan, lumpur, taman dan berkotor-kotoran. (Begitu Ibu-Bapak Guru Taman Bermain atau Taman Kanak-Kanak sekalian, jangan terlalu menyiksa anak muridmu. Kasihan, jangan kalian renggut waktu bermain mereka; waktu belajar mereka.)

Dulu, tentu saja aku merengek, menangis jingkrak-jingkrakkan kepada kedua orangtuaku karna ingin masuk Taman Bermain. Tapi orangtuaku entah sakti atau bagaimana, bisa membuat merengekku hilang dan menangisku diam, hanya dengan bermain hujan.

Dulu aku ingat, pernah disuruh bermain hujan oleh Ibuku, kira-kira waktu itu umurku kurang lebih 5 menuju 6 tahun. Aku tentu saja bingung, tetapi Ibuku dengan tak banyak bicara langsung menggandengku dan membawaku bermain hujan di depan rumah. Dulu di depan rumahku ada pohon mangga dan pohon rambutan, yang buahnya selalu kupetik dan pohonnya kupanjati. Tapi kini sudah tak ada; ditebang dan dibangun rumah. Apakabar kalian di Alam Sana pohon mangga dan pohon rambutanku?

Jelas saja, aku senang dan mengetahui kenapa ibuku menyuruh-paksaku bermain hujan. Ah, entahlah bagaimana menjelaskannya, mungkin ini berhubungan dengan rasa jadi sangat sulit sekali dijelaskan, tapi mudah jika kalian rasakan. Tentunya dulu sewaktu kecil kalian pernah bermain hujan juga, kan?

Setelah itu, hidupku hanya diisi oleh hujan, hujan dan hujan. Juga bermain, bermain dan bermain. Sampai pada tiba waktunya untuk Bersekolah. (Ah, bersekolah adalah kepingan terburuk dalam kehidupanku). Ketika waktunya bersekolah, entah kenapa Ibu menjadi sinis, Ibu menjadi mudah marah; hanya karna jika sepulang sekolahku dulu, baju seragamku basah dan sepatuku kotor penuh lumpur.

"Tapi aku hanya bermain hujan, Bu"
"Sudah Ibu bilang, pulang dulu baru boleh bermain asalkan jangan bermain hujan" Ah malas betul. Kemudian aku baru sadar kenapa aku menjadi sangat pemalas, karna hidup banyak dilarang. Dilarang Ibu maksudnya.

"Jika Ibu punya cucu nanti, jangan sekali-kali melarang cucu Ibu untuk bermain hujan. Walaupun dia sudah bersekolah dasar, menengah, atas atau tingkat tinggi sekali pun." Aku berkata demikian kepada Ibu. Karna tak mau nanti cucu-cucunya menjadi pemalas karna muak dilarang-larang oleh neneknnya.

Tapi, Bu. Terimakasih telah mengeluarkkanku dengan selamat ke Dunia fana ini dan mengenalkan ku pada Dunia Anak dan Dunia Bermain. Terimakasih telah merawatku, mendidikku dan menamparkku sekali-kali. Maaf jika anakmu ini terlalu lancang atau kurang-ajar. Dan sekali lagi, juga paling penting; Terimakasih telah mengenalkkanku kepada Hujan dan bagaimana cara bermain bersamannya. Terimakasih, Bu.

oleh Azmil R. Noel Hakim, Oktober 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar