Halaman

Like This, Oke !!

Bewara

Hadirilah....
DISKUSI KEBANGSAAN JILID II "Momentum Hari Pahlawan, Upaya Membangun Bandung Berdikari"
Pembicara :
1. Drs. H. Asep Dedy Ruyadi, M.Si (Wakil Ketua DPRD KOTA BANDUNG)
2. H. Dedi Supandi, S.STP, M.Si (Ketua DPD KNPI KOTA BANDUNG)
3. Ust. Iman Setiawan Latief, SH (Ketua PD PERSIS KOTA BANDUNG)
4. Ridwan Rustandi (Ketua Hima Persis Kota Bandung
Jum'at, 16 November 2012
13.00-selesai
@AULA PP PERSIS (Jl. Perintis Kemerdekaan)

Graties dan terbuka untuk umum!!

KOpi gratis, Snack Gratis, dll

Organized BY
PD HIMA PERSIS KOTA BANDUNG
CP:085721502422

Sabtu, 26 November 2011

Pentas Monolog "Sejarah", Putu Wijaya

Waktu
3 Desember · 11:00 - 13:00

Tempat
Bale Rumawat Unpad
Jl. Dipati Ukur No. 35

Dibuat oleh

UntukInstitut Nalar Jatinangor

Info Selengkapnya
Sejarah Putu Wijaya di Bale Rumawat

“Saya orang Indonesia. Bagaimana saya akan menjadi Indonesia kalau saya tidak belajar sejarah Indonesia?” kata Karna, salah seorang tokoh dalam Sejarah, monolog yang ditulis Putu Wijaya, dimainkan dan disutradarai juga oleh sang pendiri Teater Mandiri itu.

Rabu, 23 November 2011

Kilau Kemuning Senja

oleh: Anisa Isti

Terang yang hendak berpulang dan gelap yang belum waktu hadir. Serentetan kisah yang membelenggu dan siap bersaksi atas nama cinta, di atas lukisan langit yang hendak mengemas. Semua angan menerawang liar. Bersama hening dan ratap sendu. Masa lalu adalah penggalan mimpi yang telah usai. Kini semua hanya bait-bait penyesalan yang mencabik halus perasaan. Cerita tak pernah usai, tak pernah habis dan tak pernah ingkar. Tetap memberi kenangan seperti kilau kemuning senja yang selalu setia menemani waktu sore.

             

Kamis, 10 November 2011

Paman Beta dan Uang Koin rp.500

oleh  : Anisa Isti
Malam selalu memberi nuansa ketenangan. Segala hirup pikuk yang menginap dalam fikiran, sejenak tersembunyikan. Bersandar di atas kursi sambil menyantap makanan, itu lebih menyenangkan. Apalagi di pinggiran kota besar yang mendadak sepi damai dari ribuan jiwa yang biasanya memadati setiap sudut keramaian. Disanalah aku memanjakan waktu senggangku.

“ Benar-benar mahal sekali makanan ini. Tidak seperti yang biasanya ku beli. Harganya sungguh 3x lebih mahal dari pecel lele yang biasa ku beli di pinggir jalan kosanku” ujarku sambil menatap 1 potong fried chicken dan sebungkus nasi di atas piring kaca yang terbaring di meja. “iya tentu saja, ayamnya lebih besar dari yang biasa kita dapat sebelumnya. Namanya juga restoran. Mau tidak mau kita harus terima meskipun dengan harga mahal. Itu resiko”. Jawab Putri, temanku, sambil melahap nasi dan sepotong fried chicken yang dibelinya.