Halaman

Like This, Oke !!

Bewara

Hadirilah....
DISKUSI KEBANGSAAN JILID II "Momentum Hari Pahlawan, Upaya Membangun Bandung Berdikari"
Pembicara :
1. Drs. H. Asep Dedy Ruyadi, M.Si (Wakil Ketua DPRD KOTA BANDUNG)
2. H. Dedi Supandi, S.STP, M.Si (Ketua DPD KNPI KOTA BANDUNG)
3. Ust. Iman Setiawan Latief, SH (Ketua PD PERSIS KOTA BANDUNG)
4. Ridwan Rustandi (Ketua Hima Persis Kota Bandung
Jum'at, 16 November 2012
13.00-selesai
@AULA PP PERSIS (Jl. Perintis Kemerdekaan)

Graties dan terbuka untuk umum!!

KOpi gratis, Snack Gratis, dll

Organized BY
PD HIMA PERSIS KOTA BANDUNG
CP:085721502422

Rabu, 23 November 2011

Kilau Kemuning Senja

oleh: Anisa Isti

Terang yang hendak berpulang dan gelap yang belum waktu hadir. Serentetan kisah yang membelenggu dan siap bersaksi atas nama cinta, di atas lukisan langit yang hendak mengemas. Semua angan menerawang liar. Bersama hening dan ratap sendu. Masa lalu adalah penggalan mimpi yang telah usai. Kini semua hanya bait-bait penyesalan yang mencabik halus perasaan. Cerita tak pernah usai, tak pernah habis dan tak pernah ingkar. Tetap memberi kenangan seperti kilau kemuning senja yang selalu setia menemani waktu sore.

             
“Ibu, gimana penampilanku? Udah keren belum?” tanya Reza pada ibunya.
                “Heeemmm, anak ibu ganteng sekali. Mau kemana sih? Pasti mau ketemu Selly ya?” sahut ibu. Reza tersipu malu saat ibunya menyebut-nyebut nama Selly, gadis cantik yang disukainya sejak dua tahun lalu. Mereka adalah teman satu sekolah saat di SMA dulu. Reza memang menyukai Selly, tapi ia tak pernah berani untuk mengungkapkannya.
                “Kalian ini sudah lama saling kenal. Kenapa kamu belum juga jujur tentang perasaan kamu? “ Tanya Ibu. “Dengar nak, ibu tidak ingin melihat anak ibu menyesal nantinya. Jangan sampai!” tegas ibu.
                “Ah Ibu, semuanya itu butuh proses. Tenang saja, nanti kalau udah waktunya pasti aku akan membicarakannya.” Sambung Reza sambil mengeluarkan telepon genggam di sakunya. Reza melihat jam di handphonenya.
“udah jam 4. Ibu, aku pergiiiiiii...” teriak Reza pada ibu.
“Hati-hati, jangan ngebut-ngebut nak.” Jawab ibu.
Hari itu Reza dan Selly hendak berjumpa di sebuah danau di sudut kota tepat pukul 17.00. Mereka selalu bertemu di sore hari. Menikmati senja di pinggir danau sambil bercengkrama. Setiap senja dilaluinya bersama-sama.
Mengendarai sepeda motor pemberian ayahnya, Reza pergi menuju taman. Sepanjang  jalan ia bernyanyi-nyanyi dan nampak bahagia.
16.45, Ia tiba di taman dekat danau. Disusurinya setiap simpang taman itu. Seorang wanita cantik nampak duduk berselanjar manis di dekat pohon besar depan danau itu. Wajahnya menyorotkan cahaya ketenangan. Senyum simpul di pipinya terlihat manis. Iapun berdiri dan menyambut kedatangan Reza.
“Ka..ka..kamu udah lama disini?” tanya Reza gugup. Maklum kecantikan Selly memang selalu menyihir setiap insan yang melihatnya dan membuat pria terbata-bata saat berbincang dengannya.
“Nggak. Aku baru aja datang. Terus aku duduk disini dan kamupun datang.” Jawabnya. 
Merekapun saling bertatap dan tersenyum. Sinar kebahagiaan terpancar dari raut wajah keduannya.
“Kamu mau minum?” tanya Reza.
Selly tersenyum.
Reza mengerti, ia langsung pergi ke kios dekat danau dan membeli 2 botol minuman dan beberapa bungkus makanan.
“ini buat kamu, dan ini buat aku.” Ucapnya.
“Terima Kasih.” Sahut Selly.
Keduanya membuka minuman dan makanan. Lalu mereka makan dan minum bersama.
Semilir angin meneduhkan suasana danau. Burung-burung terbang bergerombol  siap kembali menuju sarangnya. Langit mulai menguning. Terang mulai menutup. Tenang, tentram dan damai sekali.
“Sell, kenapa sih kamu selalu ngajak ketemu tiap sore?” tanya Reza. “kenapa gak pagi atau siang? Jadi kita punya waktu banyak buat ngobrol.” Sambungnya.
“Aku hanya ingin menikmati senja selama aku bisa.” Jawabnya.
Reza merasa ganjal dengan kata-kata Selly. Memang setiap kali mereka hendak berjumpa, Selly selalu meminta bertemu di waktu sore. Rezapun tak pernah menolak demi berjumpa dengan pujaan hatinya. Meski lelah ia selalu membisakan diri untuk menemui Selly di danau.
“Besok aku ada tes musik. Kamu mau denger aku nyanyi gak?” tanya Reza.
“Suaramu kan false. Hhaaaa ..” Sahut Selly. Dia tertawa nampak menggoda Reza.
“Maksudmu?” tanya Reza. “oohh kamu ngajak berantem ? Awas yah..” Reza menyubit tangan Selly. Keduanya berteriak-teriak lembut. Sambil tertawa-tawa riang.
Waktu sudah memasuki magrib. Suara adzan berkumandang merdu di sudut-sudut tempat. Langit sudah mulai gelap.
“Alhamdulillah.. ayo kita ke masjid.” Ajak Selly santun.
Keduannya pergi menuju masjid di sekitar taman di danau untuk menjalankan sholat magrib. Langkah suci selalu beriring dengan mereka. Keduanya memang rajin beribadah. Apalagi Selly. Ia bahkan sejak SMA dulu selalu mengingatkan Reza ketika Reza sedang mengerjakan sesuatu atau terlalu sibuk belajar. Itulah salah satunya yang menjadi daya tarik Reza menyukai Selly.
“Udah malem. Aku antar kamu pulang ya.” Ajak Reza.
“Gak usah, aku pulang sendiri aja. Kamu pulang aja, istirahat. Lagian rumah kamu kan lumayan jauh,” jawabnya.
“Nggak..nggak!” tolaknya. “Rumah aku emang jauh, tapi aku kan bawa motor. Kamu? Seorang perempuan jalan sendirian malem-malem. Mana bisa aku seperti itu.” Jelasnya.
Sejenak keduanya diam. Keheningan tercipta di halaman masjid itu.
Selly tersenyum, “Kamu gak usah khawatir gitu. Aku gak pulang sendiri kok. Nanti ayah jemput aku.” Ucapnya.
“Are you sure!?” tanya Reza tegas.
“hemhem..”
(Kekasihku tersenyumlah..bawaku ke duniamu..jadikan aku raja bagimu dalam istana hatimu..)
Sebuah syair lagu terdengar berdering dari saku celana Reza.
“Ibu!” ucapnya sambil menatap Selly. “Sebentar ya.” Reza pergi menjauhi Selly.
Beberapa saat kemudian.
“Ibu memintaku segera pulang. Katanya ia mau menengok temannya dan memintaku menjaga rumah,”  Ucap Reza. “Tapi aku...”
“Za, pergi aja. Aku gak apa-apa kok. Bener. Sebentar lagi ayah juga dateng.” Jelasnya sambil tersenyum lembut pada Reza.
“Yaudah. Kamu baik-baik yah disini.” Ucapnya. “Kalau ayah gak jadi jemput, telepon aku. Oke?” sambungnya berbicara.
Selly kembali tersenyum.
Reza menyalakan mesin motornya. Sejenak sebelum pergi, ia menatap wajah Selly yang tersenyum cantik. Rezapun pergi.
“(Aku sangat menyayangimu Reza. Tapi aku tidak akan pernah bisa memilikimu. Tidak akan pernah.)”
Selly pergi meninggalkan masjid. Ia bergegas menuju Rumah Sakit untuk cek up. Sudah satu tahun ini Selly mengidap penyakit Leukimia. Berbagai macam pengobatan telah ia ikuti. Ayahnya, yang juga seorang dokter di Rumah Sakit telah berupaya semaksimal mungkin untuk bisa mengobati penyakit yang diderita anaknya tersebut. Namun apa boleh dikata, beberapa dokter sudah memvonisnya buruk. Katanya umur Selly tidak akan jauh. Hanya keajaibanlah yang mampu membuatnya masih bertahan sampai sekarang ini.
 Selly sangat terpukul dengan kondisinya saat ini. Namun ia tak penah menampakan kesulitannya di depan orang lain, terutama di depan Reza. Ia tidak ingin terlihat sakit di depan Reza. Apalagi sampai membuatnya khawatir dan turut bersedih.
“Kamu dimana sekarang nak? Ayah jemput ya?” tanya ayah Selly dalam perbincangannya di telepon genggam.
“Gausah ayah. Sebentar lagi Selly sampai kesana.” Balasnya.
Ayah dan Ibu Selly selalu nampak khawatir dengan keadaan Selly. Akhir-akhir ini, ia sering pergi keluar rumah sendiri tanpa berpamitan pada ayah dan ibunya. Setiap sehabis ia pulang, ibunya selalu bertanya kepadanya. Kemana ia pergi? Dengan siapa? Dan untuk apa?  Namun Selly hanya membalas pertanyaan itu dengan senyum panjang. Dan ketika ibunya bertanya akan kepergiannya yang tak pernah izin, dia hanya berkata, “Ibu harus terbiasa dengan kepergiaanku yang tak pernah berpamit ini. Karena nantipun aku akan pergi tanpa izin.”
Sedikit banyak keanehan yang dilakukan Selly, tak pernah dirasakan Reza. Kalaupun sesaat Reza merasa aneh, Selly selalu memutar balik keadaan dan membuat Reza lupa akan fikirannya.
***
Di Rumah Sakit.
“Selly..” sambut ibu. “Dokter udah nunggu sayang.” Sambung ibu bicara.
Selly da Ibunya memasuki ruang periksa.
“Hai cantik.” seorang dokter khusus yang biasa memeriksa keadaan Selly menyambut dan menggodanya. Dia seorang Dokter muda lulusan luar negeri.
“Hari ini kamu keliatan berseri-seri. Pasti kamu seneng ya mau ketemu saya?” goda dokter menenangkan Selly.
Sellypun diperiksa. Ayah dan ibu Selly mendampingi pemeriksaan Selly.
“Oke. Sudah selesai. Sekarang kamu bisa kembali.” Suruh dokter. Ibu mengajak Selly keluar ruangan. Suasana ruangan nampak tegang saat dokter berbicara dengan ayah Selly tentang kondisi anaknya.
“Kita tidak punya banyak harapan,” ucap dokter. “Keadaannya semakin melemah, dan itu membuat kondisi tubuhnya semakin buruk.”
“Lalu bagaimana ini Dok!?” tanya ayah Selly.
“...”
Ayah Selly melemah. Ia sepertinya kehabisan kata-kata untuk meralat semua omongan dokter.
 Selly dan keluarga kembali ke rumah. Suasana malam itu tercipta hening. Tak ada kata yang terlontar selama perjalanan pulang. Semuanya terdiam membisukan mulut.
“Istirahat ya nak.” Ibu kepada Selly.
Sellypun masuk ke kamar.
“Ini minumnya ayah.” Kata ibu sambil menyodorkan segelas air kepada ayah Selly.
“Bu. Aku ingin bicara sesuatu tapi aku mohon ibu tetap tenang.” Ucap ayah yang ragu bercerita pada ibu. Ayah Selly berpanjang lebar menjelaskan hasil pemeriksaan serta kemungkinan yang akan terjadi pada Selly. Ibu tercengang kaget. Air mata terurai dari bola mata keduanya. Secara tidak langsung, ternyata Selly mendengar pembicaraan ayah dan ibunya. Ia tersentak kaget dan melemah. Selly lari ke kamarnya dan menangis. Ia sangat tidak percaya dengan apa yang terjadi pada dirinya. Tapi Selly tak pernah protes tentang hidupnya. Ia selalu tabah meski jiwanya tertekan. Sebuah buku diary dibukanya. Ia berusaha menuangkan segala perasaannya dalam buku itu. Tentang apa yang terjadi dan yang ia takuti. Semuanya tertafsirkan dalam buku diary itu.
Handphone Selly berbunyi.
“(hah, Reza).” Sahutnya dalam hati
“Hallo.” Dengan suara sendu Selly mengangkat telepon dari reza.
“Kamu dimana? Kamu nangis?” tanya Reza menegang.
“Aku di rumah. Gpp kok. Aku ngantuk Za.” Jawab Selly bohong.
“Oohh, pasti kamu capek ya? Yaudah kamu istirahat aja ya.” Ucap Reza.
“Iya.” Jawab Selly singkat.
Keduanya mengakhiri pembicaraan. Selly menutup telepon dari Reza. Hah! Tidak seperti  biasanya. Selly tak pernah mau mengakhiri telepon dari Reza. Biasanya ia selalu menunggu Reza memutuskan telepon.
“ada apa yah?” tanya Reza membingung.
“(Rasanya aku kangen banget sama dia. Kangen senyumnya. Ah, aku bener-bener sayang sama dia. Bener apa kata ibu, aku nggak boleh berlama-lama. Ntar keburu ada yang mengambilnya. Oke ! besok aku bakalan jujur dan ungkapin perasaan sama dia.)”
Reza kembali mengambil Hpnya. Dia menulis pesan singkat kepada Selly.
Selly, besok aku tunggu kamu di tempat biasa. Menjelang senja datang.
Malam telah berganti. Adzan shubuh mulai melantun merdu di langit-langit kehidupan. Memecah keheningan fajar. Garis-garis mimpi telah ditinggalkan. Hari kemarin adalah takdir. Dan hari ini, adalah tanda tanya.
“Selly, bangun sayang sholat dulu.” Ibu Selly mengetuk pintu kamar Selly. Tak ada jawaban! Kreeekk.
“Nak, bangun hei cepet udah adzan.” Ibu mendekati Selly.
“Nak, nak, nak, Selly..Selly..Selly..” Ibu semakin keras membangunkan Selly. Tak ada jawaban. Selly nampak tertidur pulas. Ibu terus menggoyang-goyang badan Selly.
“Badannya.. dingin! Sellyyyyyyyyyyyyyyyyy....” Ibu semakin keras berteriak dan menangis.
Tak lama, suara terdengar..
“I..bu, aku masih ada.” Sahut Selly lemas. Ia membuka mata secara perlahan. Wajahnya nampak memutih pucat. Tubuhnya seperti tak berdaya.
“Selly .. sayang.” Ibu memeluk selly.
“Ibu, aku takut..aku takut..aku takut.” Selly melemas.
“Ayo nak, kita ke Rumah Sakit ya? Kamu pasti baik-baik aja sayang. Anak ibu kuat nak.”
Ibu begitu tegang. Tubuhnya bergemetar memeluk Selly. Rasa takut, sedih berembuk di hatinya. Ayah yang  baru selesai sholat langsung masuk menyusul Ibu Selly.
“ibu, Selly?” ucapnya.
“yah, kita ke Rumah sakit sekarang juga.” Pinta ibu.
 Mereka membawa Selly ke Rumah Sakit.
Pagi hari mereka sampai.
“Penanganan kritis.” Ucap Dokter pada beberapa suster.
Selly dibawa ke ruang Unit Gawat Darurat. Pemeriksaan dan penanganannya semakin serius. Kondisi Selly sudah semakin melemas.
Dua jam lamanya Dokter berada di dalam. Memeriksa Selly. Akhirnya dokter keluar.
“Sudah hampir 100% darah putih menyebar di seluruh organ tubuhnya. Sepertinya virus-virus di dalamnya sudah menyerang tubuh Selly.” Dokter menjelaskan secara rinci kepada Ayah dan ibu Selly. Keduanya terlihat tak kuasa mendengar berita tersebut. Mereka tak sampai hati melihat kondisi anaknya terbujur kaku di atas pembaringan yang sudah tak punya daya.
“Ayah..Ibu.” desah Selly.
“Selly..” keduanya menghampiri Selly.
“Aku mau pulang, aku gak betah disini bu.” Ucap Selly sambil menangis.
“Kalau aku terus-terusan disini, aku gak bisa jalan-jalan ke danau, menikmati senja.” Sambungnya.
“Kamu harus istirahat nak, biar cepet sembuh ya.” Ucap ibu.
“Aku akan beristirahat lebih lama dari ini. Tapi aku gak akan bisa lagi menikmati senja di sore hari.” Selly kembali meminta.
“Aku mohon.” Selly semakin mendesah.
Ayah dan ibu Selly tak bisa berkutik. Permintaan anaknya tak mungkin bisa ia tolak. Akhirnya ayah Selly meminta izin pada dokter untuk membawa Selly pulang, Dokterpun mengizinkan.
“Baiklah. Nanti sore kamu boleh pulang. Tapi kamu harus janji. Setelah senja berakhir, kamu harus kembali kesini ya. Dan satu lagi! Aku akan mengantarmu pulang ke rumah, agar aku bisa terus memantau keadaanmu.” Terang Dokter.
Sellypun kembali ke rumah. Sesampainya di kamar, Ia mengambil hanphonenya dan melihat ada banyak pesan dari Reza.
Message 1           : Selly, besok aku tunggu kamu di tempat biasa. Menjelang senja datang.
Message 2           : jangan lupa! Jam 17.00 J
Message 3           : dimana? Aku udah di danau.
Message 4          : Selly?
Message 5          : aku tahu kamu bukan pelupaJ
Message 6           :are you ok!? Please bales dong Sell
Message 7           : aku bakal tetep tunggu kamu Selly.
“Hah.. ! Reza. Dia pasti...aku harus buru-buru pergi.” Ucapnya.
“(bruuukk) aww, pu..pusing sekali.”  Selly terjatuh.
“Tuhan, aku mohon beri aku kekuatan untuk yang terakhir kalinya.” Selly berdo’a sambil menangis pilu.
Iapun bergegas pergi tanpa sepengetahuan ayah dan ibunya.
Di danau, reza nampak gelisah menunggu Selly yang tanpa kabar.
“Selly, kamu gak biasanya kayak gini. Huuhh aku bener-bener gak ngerti apa maksud kamu.” Reza mengeluh.
Ketika Reza sedang menunggu, seorang wanita melintas di depannya. Dia adalah tetangga Selly sekaligus teman main Selly. Reza dan wanita itu pernah bertemu di sebuah mol saat Reza dan Selly sedang berjalan-jalan. Selly sempat mengenalkannya pada reza.
Dia memberi tahu Reza bahwa Selly dan keluargannya meninggalkan rumahnya dari pagi tadi. Dan wanita itu berkata bahwa Selly dan keluarganya tengah kembali bersama seorang pria. Reza pun bangun dari kursi. Dia merasa bahwa Selly telah membuatnya kecewa. Dia menduga pria itu adalah alasan mengapa Selly tidak kunjung datang menemuinya. Dilihatnya jam ditangannya. Sudah menunjukan jam 17.43.
Perasaan sedih dan kecewa membaur menjadi satu. Dengan langkah gontay Reza meninggalkan tempat tersebut. Setangkai mawar merah dan sebuah cincin putih dibiarkannya tergeletak di atas kursi. Tadinya Reza berniat untuk mengungkapkan perasaannya pada Selly. Tapi sayangnya Reza terlanjur merasa kecewa.
17.45, Selly tiba di danau. Ia berusaha menemukan sosok seorang Reza. Ia mendekati tempat biasa mereka menghabiskan waktu senja. Namun tak sesosokpun ia jumpai disana. Ia melihat ke arah kursi.
“Mawar merah! Cincin! Apa maksudnya!?” Selly heran.
“Reza???”
“Selly...” teriak seorang wanita di belakangnya.
“Kenapa kamu gak pernah pamit sama ibu tiap pergi? Ibu khawatir sekali dengan kondisi kamu nak.” Ucap ibu sambil menangis dan mendekap Selly.
“Aku hanya ingin menikmati senja untuk yang terakhir kalinya, bersama orang yang ku cintai bu.” Sambung Selly. “Tapi aku terlambat bu. Aku terlambat. Sekarang aku sudah tidak kuat. Sudah tidak kuat lagi. Aku titipkan diary ini untuk Reza. Teman SMAku dulu. Suatu saat, atau mungkin esok dia pasti akan datang kesini. Ke tempat ini lagi. Tolong berikan ini dan katakan bahwa aku sangat menyayanginya.” Suasana semakin mencekam saat Selly menghembuskan nafas terakhirnya. Di depan ayah dan ibunya dan di waktu kemilau senja menguning.
“Sellyyyyyyy......”
***
(Semakin hari danau ini terasa sunyi. Yah, sejak kita tak pernah bertemu lagi di taman ini. Sore ini aku datang lagi untuk menunggumu.  Aku merindukanmu Selly)
“Reza? Kau Reza kan? Teman SMA Selly?” tanya seorang wanita mengagetkan Reza.
“Iya saya Reza, ibu..?
“Aku ibunya Selly.” Jawabnya.
“Selly?”  sela Reza. “Bagaimana kabarnya bu, dimana dia sekarang bu?” tanya Reza.
Ibu Selly menceritakan semua yang terjadi pada Selly. Perlahan air mata mengalir, membanjiri pipi sang ibu. Begitu halnya dengan Reza, matanya mulai berkunang. Ia tak pernah memikirkan hal ini. Sejauh ini yang ia tahu Selly adalah wanita yang kuat yang ia kenal. Tak pernah mengeluh dan selalu nampak sehat.
“Ini diary milik Selly, ia meminta ku untuk memberikannya pada kamu. Ia minta kamu menyimpan, membaca dan menjaga diary ini.” Ucap ibu.
Reza mengambil diary dari genggaman ibu Selly.
“Ibu tidak bisa berlama-lama disini. Ibu gak kuat nak.”
Ibu pamit pulang dan meninggalkan Reza.
Reza tak kuasa membaca lembar demi lembar isi diary Selly. Ia menguatkan diri untuk membaca isi diary tersebut. Hingga air matanya tak mampu dibendung lagi saat berhenti di lembar terakhir diary Selly.
Untuk Reza
Hari ini aku tak yakin bisa menghabiskan waktu terakhirku untuk menikmati senja bersamamu REZA ARVIANSYAH. Setelah sekian banyak waktu senja kita habiskan bersama, aku lupa bahwa hidupku sudah diakhir. Aku ingin menghabiskan senja terakhir bersamamu tapi semua terlambat sudah terlambat. Reza, setelah kau baca buku diary ini dan kau tahu bukan bagaimana perasaanku kepadamu selama ini? Begitupun kamu bukan? Iya kan? Hhaaaa kau ini romantis sekali. Apa maksud mawar merah dan cincin itu? Kau mau belajar jadi musafir cinta? Hhaaa itu konyol sekali. Reza, maafkan aku..maafkan aku tak sempat menemuimu diakhir hidupku. Aku meninggalkanmu sebelum kau tahu perasaanku. Begitupun aku. Hhhaa sudahlah, kau tidak usah bersedih seperti itu. Jangan pernah merasa kau akan kehilanganku untuk selamanya. Meskipun raga aku ditimbun tanah dan jiwaku disana..tapi cintaku tetap disini, di dalam hatimu.
Oiya, cincin ini. Aku minta kau simpan dan berikan pada wanita yang kelak kau pilih nanti. ingat! Kau harus mencari wanita yang cantik seperti aku ini ya. Haaahaa. Tidak! Aku bercanda.
Reza, kirimi aku mawar merah setiap kau datang ke danau ini. Simpan di atas kursi ini. Agar aku tetap hidup disini dan menemanimu selamanya.
Salam Cinta
Selly Nazmi Arveina
Itulah tulisan terakhir yang dibuat Selly, dalam waktunya yang terakhir. Di danau ini beberapa menit sebelum ia pergi.
“Aku yang salah. Andai aku bisa sedikit bersabar, kita pasti bisa menikmati senja bersama. Maafkan aku Selly, maafkan aku.” Ucap Reza.
                                Ciparay, 07-11-2011
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar